Anda tentunya masih ingat tentang 6 fungsi perpustakaan secara umum yaitu funsi pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
(Baca juga: 6 Fungsi Perpustakaan yang Wajib Anda Tahu!)
Demikian juga peran perpustakaan sekolah juga memiliki peran yang sama, yang sekaligus memposisikan perpustakaan sekolah sebagai jantungnya pendidikan di sekolah.
Namun dengan perkembangan zaman dan perkembangan teknologi informasi seperti internet dan berbagai dinamikanya, maka peran perpustakaan sekolah dituntut untuk melakukan berbagai inovasi dan kreatifitas agar menjadikan perpustakaan sekolah benar-benar berkembang sesuai dengan fungsinya di segala zaman.
Dengan perkembangan teknologi di era internet dan smartphone yang semakin canggih, maka menimbulkan berbagai dampak terkait dengan cara dan bagaimana menghadapi semua tantangan tersebut.
Pada akhirnya kita juga bisa melihat, mereka-mereka para pengelola perpustakaan sekolah, ada diantara mereka yang sudah siap menghadapi berbagai dampak tersebut dengan melakukan inovasi dan kreatifitas, sehingga keberadaan perpustakaan sekolah tetap menjadi tempat favorit untuk belajar siswa.
Namun tidak sedikit juga diantara perpustakaan sekolah yang dikarenakan banyak sebab, akhirnya menjadikan perpustakaan sekolah tersebut menjadi tempat yang tidak disukai siswa.
Bagaimana pembahasan selengkapnya, silahkan baca tulisan berikut ini sampai tuntas.
Revitalisasi Peran Perpustakaan Sekolah di Era Sekarang
oleh: Rhoni Rodin
Pendahuluan
Negara-negara maju mempunyai visi pendidikan untuk membentuk masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society). Indikator masyarakat berbasis pengetahuan tersebut diantaranya memiliki kemampuan tinggi dalam pemecahan masalah, kreatif, inovatif, beretika, demokratis, menjadi pembelajar mandiri dan pembelajar sepanjang hayat (longlife learner). Visi pendidikan tersebut tentunya juga menjadi acuan bagi Bangsa Indonesia dalam rangka menciptakan masyarakat Indoensia berbasis pengetahuan, terlebih lagi di era 4.0 dan menuju era 5.0.
Sebagaimana diketahui, seiring dengan kemajuan zaman, sekarang ini sudah terjadi perubahan arah pendidikan, dimana ada 3 (tiga) arah pendidikan yang harus diperhatikan yaitu teacher centered (berpusat pada guru), student centered (berpusat pada siswa), dan menuju learning centered (berpusat pada pembelajaran).
Di sisi lain, kurikulum dan pembelajaran meliputi standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, dan standar penilaian, selalu berubah mengikuti tuntutan kebutuhan dan perkembangan zaman. Oleh karena itu, menyikapi 3 (tiga) arah pendidikan tersebut, maka sebagai unit pelaksana teknis, perpustakaan harus memahami kebutuhan kurikulum dan pembelajaran, bahkan dapat terlibat langsung dalam proses pembelajaran, sehingga perpustakaan tidak hanya sekedar penunjang, akan tetapi bagian integral dari proses pembelajaran di sekolah.
Paradigma pembelajaran abad 21 adalah konstruktivisme yaitu pembelajaran saintific. Pendekatan pembelajaran yaitu problem based learning, inquiry based learning, discovery based learning, project based learning dan lain-lain. Model pembelajaran saintifik memerlukan data, informasi dan pengetahuan (sumber belajar) yang banyak dan beragam. Disinilah letak peran penting perpustakaan dalam pembelajaran.
Perpustakaan tidak berkembang bila pembelajaran hanya melulu dengan metode ceramah (lecture) dan bersifat satu arah (monoton). Model evaluasi/ ulangan/ ujian berbasis recall (hapalan), bukan pemecahan kasus/ masalah (Problem solving). Sumber belajar hanya dibatasi pada buku teks atau diktat guru semata. Ada guru yang mengharuskan jawaban siswa berdasarkan apa yang tertera di buku teks atau diktat yang dibuatnya. Hal semacam ini tentunya menjadi tantangan sendiri bagi pengembangan pendidikan di Indonesia ke depan.
Menurut M. Ihsanuddin, ada 3 (tiga) program perpustakaan sekolah yang berkontribusi langsung pada prestasi belajar,
#1. Pengadaan koleksi secara besar-besaran
Pengadaan koleksi secara besar-besaran selain koleksi tercetak perlu juga dibangun koleksi digital yang berfungsi sebagai main library yang bisa diakses oleh seluruh sekolah di Indonesia. Kemudian menyediakan pangkalan data berlayar seperti yang dimiliki Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dapat juga menjadi referensi bagi semua guru dan siswa. Perlu sosialisasi yang intens agar diketahui dan dapat diakses oleh semua sekolah. Selanjutnya perlu membangun pilot project perpustakaan yang melayani banyak sekolah di satu titik (komplek pendidikan), sehingga lebih efisien dan efektif.
#2. Program literasi informasi
Program literasi informasi pilih model tertentu misalnya Big6. Buat silabus dan RPP (standar isi sudah ada pada situs Big6, tinggal disesuaikan). Kemudian buat buku materi literasi informasi. Terapkan secara terintegrasi dengan kurikulum atau terpisah dari kurikulum (pada jam ekskul atau muatan local). Yakinkan pimpinan sekolah bahwa program ini berdampak secara signifikan terhadap prsetasi belajar siswa.
#3. Program membaca membaca di sekolah
Kemendikbud sudah menetapkan kewajiban membaca selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai setiap harinya. Perlu sosialisasi dan pengawalan agar program ini dapat berjalan. Perlu dibuat standar kompetensi membaca pada berbagai level/jenjang. Perlu dibuat daftar bahan bacaan (buku) yang menggambarkan level/jenjang kemampuan membaca. Perlu upaya yang sungguh-sungguh, konsisten dan berkesinambungan hingga terbentuk minat baca, kebiasaan membaca dan kemampuan membaca yang baik pada diri setiap siswa.
Problematika Perpustakaan Sekolah di Indonesia
Menurut Supriyanto (2012) bahwa tantangan pengelola perpustakaan semakin kompleks. Hal ini tentunya menyikapi perkembangan zaman. Di sisi lain kualitas sumber daya manusia perpustakaan, dalam hal ini tenaga pengelola perpustakaan masih jauh di bawah standar. Sehingga muncul beberapa pertanyaan kepada kita, jikalau yang punya “rumah sakit adalah dokter”, yang punya “sekolah adalah guru”, yang punya “perguruan tinggi adalah dosen”, sudahkah “perpustakaan yang punya pustakawan?”
Sebagian besar tenaga perpustakaan sekolah tidak kompeten dan belum professional. 92% tenaga perpustakaan sekolah tidak berlatar belakang pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi. Sebagain besar tenaga perpustakaan sekolah tidak memahami kurikulum dan proses pembelajaran, sehingga tidak memahami dengan baik kebutuhan guru dan siswa dalam pembelajaran.
Indonesia belum memiliki akademisi di bidang perpustakaan sekolah dalam jumlah yang memadai (sangat sedikit). Berbeda dengan Australia, Kanada, USA, dan Negara-negara Eropa yang banyak memiliki akademisi bergelar magister atau doctor yang ahli/ kompeten di bidang perpustakaan sekolah. Mereka sangat memahami kurikulum dan selalu mengikuti perkembangannya. Mereka juga sangat memahami teori-teori belajar, dan tidak sedikit kajian-kajian mereka dijadikan rujukan oleh para guru di sekolah.
Tidak mudah memahamkan program literasi informasi di sekolah. Begitu juga program membaca. Banyak faktor yang menyebabkan susahnya untuk mewjudkan program tersebut, diantaranya faktor cultural (budaya) dan pengetahuan. Di sisi lain, pola pikir pragmatis dan dedikasi yang rendah turut memperparah kondisi perpustakaan sekolah. Kemudian banyak tenaga perpustakaan sekolah hanya berpikir bagaimana agar bisa menjadi PNS, sementara kompetensi dan kinerjanya masih jauh di bawah standar. Problematika-problematika tersebut tentunya harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak, tidak hanya pemerintah, akan tetapi semua komponen anak bangsa harus ikut memberikan solusi yang konstruktif bagi pengembangan literasi informasi dan budaya baca di sekolah.
Revitalisasi Program Perpustakaan Sekolah
Sebenarnya ada 3 (tiga) program perpustakaan sekolah yang bisa dikembangkan dalam rangka menciptakan iklim inspiratif, kreatif dan inovatif di lingkungan sekolah. Program tersebut meliputi:
#1. Munazharah (wacana kritis)
Buatlah suasana di perpustakaan yang mendorong siswa senang mengkaji persoalan-persoalan penting, suka berdiskusi, bertukar pendapat, berbagi pengetahuan. Misalnya dengan membuat klub-klub diskusi/ kajian;
#2. Mulaahazhah (melakukan research/penelitian)
Buatlah program agar siswa senang membuat penelitian. Berikan bimbingan literasi informasi agar penelitiannya berkualitas. Berilah hadiah bagi yang terbaik;
#3. Muqaaranah (melakukan perbandingan/bench-marking)
Buatlah program agar siswa senang dengan hal-hal baru. Tujuannya agar ilmu terus berkembang dan siswa selalu memperoleh informasi atau pengetahuan terbaru atau terbaik.
Di sisi lain. ada 4 (empat) asset perpustakaan yang tak ternilai harganya yaitu data, informasi, pengetahuan, dan kebijaksanaan (wisdom/ hikmah).
Bila keempat kekayaan tersebut dikelola dengan baik oleh perpustakaan, dengan pendekatan dan layanan terbaik, maka hasilnya luar biasa. Perpustakaan akan menjadi pemicu tegaknya peradaban. Hal ini sudah banyak terbukti dalam perjalanan sejarah, baik dalam skala nasional maupun internasional.
Oleh karena itu, ke depan hendaknya ada kesadaran bersama betapa pentingnya akan peran perpustakaan dalam proses pembelajaran di sekolah. Kesadaran ini harus dimulai pada diri masing-masing, mulai dari para pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah, baik kementerian pendidikan, perpustakaan nasional, pemerintah daerah.
Kemudian kesadaran para guru, kesadaran para pengelola perpustakaan, dan kesadaran masyarakat. Sehingga dengan adanya kesadaran bersama ini diharapkan perpustakaan sekolah bisa menempatkan peran dan fungsinya serta memberikan kontribusi untuk mencerdaskan anak bangsa.
Semoga !!!
Sumber : www.duniaperpustakaan.com